KAI Umumkan Kembalinya KA Sibinuang: Permudah Perjalanan dan Dukung Wisata Sumatera Barat

KA Sibinuang

Sejak 1 Agustus 2020, KA Sibinuang relasi Padang – Pariaman – Naras akan beroperasi kembali oleh PT KAI sebagai bukti komitmennya untuk melayani masyarakat dan mendukung pengembangan destinasi wisata di Sumatera Barat. Ini juga memberikan akses mudah ke Pantai Gandoriah yang menjadi tujuan wisata populer di daerah ini.

M. Reza Fahlepi, Kepala Humas PT KAI Divisi Regional II Sumatera Barat, mengatakan bahwa keputusan ini adalah hasil tanggapan terhadap permintaan masyarakat dan dukungan untuk meningkatkan destinasi wisata di daerah tersebut. Dengan membuka layanan KA Sibinuang yang beroperasi 8 kali pulang-pergi, kami berharap dapat memenuhi kebutuhan perjalanan wisatawan dengan lebih baik.

Tidak perlu khawatir lagi tentang memesan tiket kereta api, karena ada berbagai cara yang dapat dilakukan, mulai dari aplikasi KAI Access hingga saluran penjualan di stasiun terdekat. Sebagai tambahan, Anda juga dapat memesan tiket hingga 7 hari sebelum keberangkatan atau hanya 1 jam sebelumnya.

Namun, loket di stasiun hanya melayani penjualan tiket go show dan hanya tersedia untuk KA Sibinuang 3 jam sebelum keberangkatan. Menurut Reza, saat ini pemesanan tiket untuk KA Sibinuang sudah mencapai 70 dari kapasitas yang tersedia.

Adapun, penumpang KA Sibinuang diingatkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh Gugus Tugas Covid-19, seperti menjaga kesehatan, menggunakan masker di stasiun dan di atas KA, serta mengurangi berbicara dalam perjalanan untuk menghindari penyebaran droplet.

Reza menegaskan bahwa pengoperasian KA Sibinuang kembali akan mematuhi regulasi pencegahan Covid-19 yang telah ditetapkan, termasuk Peraturan Menteri Perhubungan RI No pm 41 tahun 2020, Surat Edaran DJKA No 14 tahun 2020, dan Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomer 9 tahun 2020.

Revitalisasi Klasik: Lokomotif dengan Livery Vintage Kembali Merayakan Sejarah

livery vintage

Depo Operasi (Daop) 3 Cirebon saat ini menjadi tuan rumah bagi satu unit lokomotif yang dipercantik dengan livery vintage atau motif klasik. Sebuah inovasi yang menghidupkan kembali corak yang pernah menjadi ikon pada tahun 1953-1991, mencapai masa peninggalan selama 38 tahun.

Lokomotif CC 201 77 17 milik Depo Induk Cirebon menjadi saksi perubahan corak ini, yang kini telah diaplikasikan di Balai Yasa Yogyakarta oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Kolaborasi antara PT KAI dan Indonesian Railway Preservation Society (IRPS), sebuah komunitas pecinta kereta api, melahirkan nuansa baru pada lokomotif ini. “Model livery atau cat kereta api seperti ini pernah menjadi tren hingga tahun 1991. Kami mencoba mengangkatnya kembali agar sejarah tetap dikenang,” ujar Dicky Eka Priandana, Wakil Presiden Daop 3 Cirebon, ketika diwawancarai di Stasiun Cirebon.

Corak ini pernah menjadi identitas dari masa Djawatan Kereta Api (DKA), Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), hingga Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Awalnya digunakan pada lokomotif diesel pertama di Indonesia, yaitu CC 200.

Kini, PT KAI membawa kembali livery klasik tersebut, diaplikasikan pada lokomotif CC 201. Tidak hanya milik Depo Induk Cirebon, corak klasik juga diterapkan pada Lokomotif CC 201 83 31 dan CC 201 83 34 milik Depo Induk Semarang Poncol, serta CC 201 92 01 milik Depo Induk Jember, semuanya melalui proses pengecatan di Balai Yasa Yogyakarta.

Melihat kombinasi warnanya, livery klasik pada lokomotif CC 201 terdiri dari dua warna utama, yaitu krem dan hijau tua. Krem mendominasi bagian atas lokomotif, sedangkan hijau tua menyelimuti bagian bawahnya.

Lokomotif CC 201 adalah mesin yang tidak bisa dianggap remeh dengan bobotnya yang mencapai 84 ton dan kekuatan mesin sebesar 1950 hp. Tidak hanya itu, lokomotif ini juga dapat mencapai kecepatan hingga 120 KM/jam.

Dilengkapi dengan dua bogie yang masing-masing memiliki 3 gandar penggerak, total 6 motor traksi, membuatnya menjadi salah satu lokomotif paling canggih di industri. Menurut Dicky, lokomotif ini dapat beroperasi baik di lintas datar maupun pegunungan.

Sejak tahun 1977, lokomotif CC 201 tetap aktif untuk perjalanan antardaerah, walaupun usianya sudah lumayan tua. “Lokomotif ini masih sehat. Cuma memang usianya sudah lumayan tua. Lokomotif CC 201 ini mulai dinasnya tahun 1977. Saat ini, kalau untuk dinas, kita sesuaikan. Selama ini, kereta kelas ekonomi yang ditarik oleh lokomotif CC 201,” ungkap Dicky.

Ricki Dwi Agusti, Ketua Umum IRPS, menyatakan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan PT KAI dalam merawat dan melestarikan warisan bersejarah di dunia perkeretaapian Indonesia.

IRPS, dengan pengalaman selama 21 tahun, telah melakukan berbagai kegiatan preservasi, mulai dari lokomotif uap hingga bangunan-bangunan bersejarah yang terkait dengan perkeretaapian.

“Kami adalah komunitas pecinta kereta api yang fokus pada edukasi melalui sejarah. Kami sudah 21 tahun berdiri dan sudah sering berkolaborasi dengan PT KAI,” kata Ricki.

Stasiun Cirebon Kejaksan: Seabad Menyimpan Kisah Tua

segitiga pemutar

Tentang Stasiun Cirebon Kejaksan, sebuah struktur lama di Cirebon, masih beroperasi dan menjalankan tugas sebagai tempat penunjang perjalanan kereta api di wilayah tersebut. Kehadirannya sudah mengesankan sejak 1912.

Dengan masa tua seperti itu, Stasiun Cirebon Kejaksan masih punya barang-barang dan fasilitas lama yang masih terjaga dengan baik. Ada satu benda kuno yang masih aktif di sana, yaitu meja putar untuk lokomotif, dikenal dengan istilah ‘turn table‘. Alat ini tetap berfungsi dan berada di area Depo Lokomotif Cirebon.

Arif, Koordinator Wilayah Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Cirebon, membagikan kisahnya tentang sejarah dan peran turn table di Depo Lokomotif Cirebon, menjelaskan bahwa turn table ini berusia sekitar tahun 1913, satu tahun setelah Stasiun Cirebon diresmikan pada tahun 1912.

Usia turn table di stasiun ini terlihat dari papan nama yang terpasang di alat tersebut. Papan nama tersebut juga mencantumkan nama produsen alat tersebut. Dari papan nama di Depo Lokomotif Cirebon, terlihat bahwa turn table diproduksi oleh Plettery dari Delft-Holland.

Alat ini berfungsi untuk mengubah arah lokomotif, khususnya yang memiliki satu kabin. Untuk lokomotif dengan dua kabin, turn table tidak lagi digunakan dan masinis hanya perlu pindah ke kabin lain.

Arif menjelaskan bahwa turn table masih digunakan di Depo Lokomotif Cirebon untuk memutar lokomotif yang memiliki satu kabin. Ada beberapa lokomotif di Depo Lokomotif Cirebon yang masih menggunakan turn table, seperti lokomotif CC 201.

Proses memutar lokomotif di turn table Depo Lokomotif Cirebon masih dilakukan secara manual oleh beberapa orang. Direktur Operasional PT Kereta Api Indonesia, Arif Fadillah, menyatakan bahwa turn table di Cirebon masih menggunakan tenaga manusia karena versi elektrik hanya tersedia di Depo Lokomotif Cipinang, Jakarta.

Namun, mereka sedang dalam proses untuk beralih ke versi listrik sehingga tidak perlu lagi mengerahkan tenaga fisik untuk memutar lokomotif. Arif percaya bahwa mesin turn table di Depo Lokomotif Cirebon masih dalam kondisi aslinya sejak pertama kali digunakan pada tahun 1913. Menurutnya, semua komponen masih asli dan belum ada yang diganti, kecuali relnya mungkin perlu diganti.

Nah, demikianlah informasi mengenai Stasiun Cirebon Kejaksan: Seabad Menyimpan Kisah Tua. Untuk mengetahui berbagai promo menarik lainnya seputar kereta api kamu bisa mengunjungi Tiketkeretaapi.com. Selamat Berlibur!